Senin, 06 Januari 2014


BAB I
PENDAHULUAN

1.1.  Latar Belakang Masalah
            Proses pemerolehan dan penguasaan bahasa anak-anak merupakan satu perkara yang rentan dan cukup menakjubkan bagi para penyelidik dalam bidang psikoliguistik. Bagaimana manusia memperoleh bahasa merupakan satu isu yang amat mengagumkan dan sukar dibuktikan. Berbagai teori dari bidang disiplin yang berbeda telah dikemukakan oleh para pengkaji untuk menerangkan bagaimana proses ini berlaku dalam kalangan anak-anak. Memang diakui bahwa disadari ataupun tidak, sistem-sistem linguistik dikuasai dengan pantas oleh individu kanak-kanak walaupun umumnya tidak ada pengajaran formal.
            Rangsangan bahasa yang diterima oleh kanak-kanak tidak teratur. Namun mereka berupaya memahami sistem-sistem linguistik bahasa pertama sebelum menjangkau usia lima tahun. Fenomena yang kelihatan menakjubkan ini telah berlaku dan terus berlaku dalam kalangan semua masyarakat dan budaya pada setiap masa.


RESENSI BUKU FIKSI ( NOVEL )

A. Identitas Buku
Judul buku                  : Negeri 5 Menara
Pengarang                   : Ahmad Fuadi
Penerbit                       : PT. Gramedia Pustaka Utama          
Tahun terbit                 : Cetakan kesepuluh, Januari 2011
Jumlah halaman           : 423 halaman
Harga buku                 : Rp 50.000,-

Unsur-unsur intrinsik novel
Adapun pemaparan mengenai unsur intrinsik dalam novel Negeri 5 Menara adalah sebagai berikut: 
1. Tema
Adapun tema dari novel Negeri 5 Menara Karya A. Fuadi adalah pendidikan. Hal ini dapat dilihat dari latar tempat yaitu di pondok pesantren dimana kegiatan utama yang dilakukan sehari-hari tokoh utama adalah belajar.
2. Plot/Alur
Alur dari Novel Negeri 5 Menara adalah alur maju-mundur. Dimana cerita adalah kilas balik ingatan tokoh utama akan masa silam ketika menimbah ilmu di Pondok Madani hingga membuahkan hasil yang menyenangkan dimasa kini.
Kutipan Novel:
Washington DC, Desember 2003, jam 16.00
Iseng saja, aku mendekat ke jendela kaca dan menyentuh permukaannya dengan ujung telunjuk kananku. Tidak jauh, tampak The Capitol, gedung parlemen Amerika Serikat yang anggun putih gading, bergaya klasik dengan tonggak-tonggak besar. Aku tersenyum. Pikiranku langsung terbangun jauh ke masa lalu. Masa yang sangat kuat terpatri dalam hatiku.( hal.1 )
Aku tegak di atas aula madrasah negeri setingkat SMP. Sambil mengguncang-guncang telapak tanganku, Pak Sikumbang, Kepala Sekolahku memberi selamat karena ujianku termasuk sepuluh yang tertinggi di Kabupaten Agam.(hal. 5)
London, Desember 2003
Gigiku gemeletuk. London yang berangin terasa lebih menggigil dari Washington DC. Dulu kami melukis langit dan membebaskan imajinasi itu lepas membumbung tinggi. Setelah kami mengerahkan segala ikhtiar dan menggenapkan dengan doa, Tuhan mengirim benua impian kepelukan kami masing-masing.( hal. 405 )
3. Tokoh dan Penokohan
Adapun tokoh dan penokohan dalam Novel Negeri 5 Menara adalah sebagai berikut :
1.        Alif (tokoh utama) dalam novel ini adalah tokoh yang protagonis. Alif digambarkan sebagai sosok generasi muda yang penuh motivasi, bakat, semangat untuk maju dan tidak kenal menyerah.
2.        Baso dalam novel ini tokoh yang protagonis. Baso adalah teman Alif merupakan anak yang paling rajin dan paling bersegera disuruh ke mesjid.
3.        Raja dalam novel ini tokoh yang protagonis. Teman Alif sesama sahibul menara.
4.        Said dalam novel ini tokoh yang protagonis. Teman Alif sesama sahibul menara.
5.        Dulmajid dalam novel ini tokoh yang protagonis. Teman Alif sesama sahibul menara
6.        Atang dalam novel ini tokoh yang protagonis. Teman Alif sesama sahibul menara.
7.        Ustad Salman dalam novel ini tokoh yang protagonis. Wali kelas Alif. Laki-laki muda bertubuh kurus bersuara lantang.
4. Latar
Adapun latar dari novel ini yaitu di Pondok Madani hal ini didukung oleh tema yang ada yaitu pendidikan. Karakter tokoh utama juga mendukung latar yang ada.
Kutipan Novel:
Pondok Madani diberkti oleh energi yang membuat kami sangat menikmati belajar dan selalu ingin belajar berbagai macam ilmu. Lingkungannya membuat orang yang tidak belajar menjadi orang aneh. Karena itu cukup sulit menjadi pemalas di PM. (hal. 264 ).

5. Sudut Pandang
Dalam novel ini penulis menggunakan sudut pandang orang pertama. Hal ini dikarenakan tokoh utama selalu menyebut dirinya dengan kata aku.
Kutipan Novel:
Aku baca suratnya sekali lagi. Senang membaca surat dari kawan lama. Tapi aku juga iri. Rencana masuk SMA-nya juga rencanaku dulu. Aku menghela napas dan menatap kosong kepuncak pohon kelapa. Aku tidak boleh terlambat lagi. Aku kapok jadi jasus. Aku jera menjadi drakula. ( hal. 102-103).
6. Gaya Bahasa
Gaya bahasa yang digunakan penulis dalam novel ini sangat inspiratif. Dari tiap kata-katanya kita merasakan kekuatan pandangan hidup yang mendasari bangkitnya semangat untuk mencapai harga diri, prestasi dan martabat diri.
Kutipan Novel:
Dulu kami melukis langit dan membebaskan imajinasi itu lepas membumbung tinggi. Aku melihat awan yang seperti benua Amerika, Raja bersikeras awan yang sama berbentuk Eropa, sementara Atang sangat percaya bahwa awan itu berbentuk Afrika. Baso malah melihat semua ini dalam konteks Asia, sedang Said dan Dulmajid awan itu berbentuk peta negara kesatuan Indonesia. Dulu kami tidak takut bermimpi. Meski juga kami tidak tahu bagaimana merealisasikannya. Tapi lihat hari ini, setelah kami mengerahkan segala ikhtiar dan menggenapkan dengan doa, Tuhan mengirim benua impian kepelukan kami masing-masing. Kun fayakun, maka semula awan impian, kini hidup yang nyata. ( hal. 405 ).
7. Amanat
Adapun amanat dalam novel ini adalah sebuah perenungan yang diberikan penulis bagi pembaca untuk tidak putus asa dalam hidup dan bermanfaat bagi diri, keluarga, masyarakat, bangsa dan agama.
Kutipan Novel:
Jangan pernah remehkan impian walau setinggi apapun. Tuhan sungguh Maha  Mendengar.
Man jadda wajada, siapa yang bersungguh-sungguh akan berhasil. ( hal.405 ).



Sinopsis
Novel baru terlaris karya Ahmad Fuadi "Negeri 5 Menara" menceritakan kisah lima orang sahabat yang mondok di sebuah pesantren, dan kemudian bertemu lagi ketika mereka sudah beranjak dewasa. Uniknya, setelah bertemu, ternyata apa yang mereka bayangkan ketika menunggu Adzan Maghrib di bawah menara masjid benar-benar terjadi.
Ahmad Fuadi yang berperan sebagai Alif di novel itu berkisah, ia tak menyangka dan tak percaya bisa menjadi seperti sekarang ini. Pemuda asal Desa Bayur, Maninjau, Sumatera Barat itu adalah pemuda desa yang diharapkan bisa menjadi seorang guru agama seperti yang diinginkan kedua orangtuanya. Keinginan kedua orangtua Fuadi tentu saja tidak salah. Sebagai “amak” atau Ibu kala itu, menginginkan agar anak-anaknya menjadi orang yang dihormati di kampung seperti menjadi guru agama.
“Mempunyai anak yang sholeh dan berbakti adalah sebuah warisan yang tak ternilai, karena bisa mendoakan kedua orangtuanya mana kala sudah tiada,” ujar Ahmad Fuadi mengenang keinginan Amak di kampung waktu itu.”
Diceritakan, Alif mempunyai keinginan lain. Alif  tak ingin seumur hidupnya tinggal di kampung. Ia mempunyai cita-cita dan keinginan untuk merantau. Ia ingin melihat dunia luar dan ingin sukses seperti sejumlah tokoh yang ia baca di buku atau mendengar cerita temannya di desa. Namun, keinginan Alif tidaklah mudah untuk diwujudkan.
Seumur hidupnya Alif tidak pernah menginjak tanah di luar ranah Minangkabau. Masa kecilnya dilalui dengan berburu durian runtuh di rimba Bukit Barisan, main bola di sawah dan mandi di air biru Danau Maninjau. Tiba-tiba dia harus melintasi punggung Sumatera menuju sebuah desa di pelosok Jawa Timur. Ibunya ingin dia menjadi Buya Hamka walau Alif ingin menjadi Habibie. Dengan setengah hati dia mengikuti perintah Ibunya : belajar di pondok.
Kedua orangtuanya bergeming agar Fuadi tetap tinggal dan sekolah di kampung untuk menjadi guru agama. Namun berkat saran dari ”Mak Etek” atau paman yang sedang kuliah di Kairo, akhirnya Fuadi kecil bisa merantau ke Pondok Madani, Gontor, Jawa Timur. Dan, disinilah cerita kemudian bergulir. Ringkasnya Fuadi kemudian berkenalan dengan Raja, Atang,Dulmajid, Baso dan Said.
Di hari pertama Pondok Madani (PM), Alif terkesima dengan “mantera” sakti Man jadda wajada. Siapa yang bersungguh-sungguh pasti sukses. Dipersatukan oleh hukuman jewer berantai, Alif berteman dengan Raja dari Medan, Said dari Surabaya, Dulmajid dari Sumenep, Atang dari Bandung dan Baso dari Gowa. Di bawah menara masjid, mereka menunggu Maghrib sambil menatap awan lembayung yang berarak ke ufuk. Awan-awan itu menjelma menjadi Negara dan benua impian masing-masing. Ke mana impian membawa mereka? Mereka tidak tahu. Yang mereka tahu adalah; jangan pernah remehkan impian, walau setinggi apa pun. Tuhan sungguh Maha Mendengar.
Kelima bocah yang menuntut ilmu di Pondok Pesantren Gontor ini setiap sore mempunyai kebiasaan unik. Menjelang Adzan Maghrib berkumpul di bawah menara masjid sambil melihat ke awan. Dengan membayangkan awan itulah mereka melambungkan impiannya. Misalnya Fuadi mengaku jika awan itu bentuknya seperti benua Amerika, sebuah negara yang ingin ia kunjungi kelak lulus nanti. Begitu pula lainnya menggambarkan awan itu seperti negara Arab Saudi, Mesir dan Benua Eropa.
Melalui lika liku kehidupan di pesantren yang tidak dibayangkan selama ini, ke lima santri itu digambarkan bertemu di London, Inggris beberapa tahun kemudian. Dan, mereka kemudian bernostalgia dan saling membuktikan impian mereka ketika melihat awan di bawah menara masjid Pondok Pesantren Gontor, Jawa Timur.
Belajar di pesantren bagi Fuadi ternyata memberikan warna tersendiri bagi dirinya. Ia yang tadinya beranggapan bahwa pesantren adalah konservatif, kuno, ”kampungan” ternyata adalah salah besar. Di pesantren ternyata benar-benar menjujung disiplin yang tinggi, sehingga mencetak para santri yang bertanggung jawab dan komitmen. Di pesantren mental para santri itu ”dibakar” oleh para ustadz agar tidak gampang menyerah. Setiap hari, sebelum masuk kelas, selalu didengungkan kata-kata mantera ”Manjadda Wajadda” jika bersungguh-sungguh akan berhasil.
”Siapa mengira jika Fuadi yang anak kampung kini sudah berhasil meraih impiannya untuk bersekolah dan bekerja di Amerika Serikat? Untuk itu, jangan berhenti untuk bermimpi,” ujar Ahmad Fuadi memberikan nasihat.


A. Identitas Buku
Judul buku                  : Salah Asuhan
Pengarang                   : Abdul Muis
Penerbit                       : PT. Gramedia Pustaka Utama          
Tahun terbit                 : Cetakan Ketiga Puluh Sembilan, 2009
Jumlah halaman           : 273
Harga buku                 : Rp 48.000,-

Tema: Perkawinan yang memandang perbedaan ras, kultur, bangsa,  agama, suku dan latar
Tokoh :
a.       Hanapi
b.      Corre du Bussee
c.       Orang Tua Hanapi
d.      Istri hanapi
e.       Pihak ketiga
f.       Masyarakat
Latar :
a.       Sekolah
b.      Rumah
c.       Rumah Majikan
d.      Kampung Halaman

Amanat  :
Pendidikan sangat penting terutama pendidikan di masa kecil. Satu hal yang menjadi perhatikan yaitu pendidikan yang kurang pada diri orang tua yang menyebabkan seringkali memberikan
jawaban yang tak masuk akal dan cara mendidik anak yang kurang memadai dalam  sosialisasinya.
Alur : Campuran
Sudut Pandang : Tokoh utama menjadi pelaku utama yang lainnya sebagai
pelaku Sampingan
Gaya Penulisan : Menggunakan Bahasa Indonesia
SINOPSIS
Tokoh utama kisah ini adalah Hanapi, seseorang yang dididik secara barat baik di sekolah maupun di rumah yang mana diharapkan kelak menjadi orang pandai. Sayang pendidikannya memberikan bentuk yang salah dalam diri Hanapi yaitu menjadi kebarat-baratan dan menganggap adat timur itu jelek. Bahkan menjadikan Hanapi sering memandang rendah orang lain. Tokoh kedua Corrie du Bussee yang merupakan anak blasteran Prancis dan Indonesia. Corrie dikisahkan sebagai kawan sepermainan Hanapi yang kelak berubah menjadi orang yang dicintai.
Pada awalnya cinta Hanapi bertepuk sebelah tangan karena pengaruh masyarakat dan peranan orang tua. Dilanjutkan dengan Hanapi yang dipaksa menikah dengan orang yang tidak dicintainya. Alhasil kehidupan keluarga Hanapi bagaikan majikan dan pelayan rumah tangga yang menyebabkan banyak mendapat kecaman dari masyarakat.
Akibat sebuah keadaan, Hanapi harus pergi jauh dan disana ia bertemu lagi dengan Corrie. Dimulailah benih-benih cinta yang telah padam itu tumbuh. Akhirnya mereka menikah meskipun memiliki hambatan besar yaitu perbedaan bangsa. Akibatnya banyak penolakan dari masyarakat, perbedaan pendapat, pertengkaran dan fitnah.
Belum selesai kesengsaraan mereka, datang lagi pihak ke-3 yang menyebabkan hilangnya rasa percaya dan berakhir dengan sebuah perceraian. Karena perasaan api cinta tersebut masih ada maka usaha Hanapi untuk menggapai kembali masih menggelora. Tapi sayang ungkapan perasaan bahwa mereka saling mencintai tersebut tercapai ketika Corrie sekarat yang mana satu hari kemudian meninggal.
Hancur perasaan Hanapi menyebabkan ia kembali ke kampung halaman. Tapi apa daya istri terdahulunya tak mau tinggal serumah. Dengan perasan tak berguna, Hanapi meminum sublimat (racun) yang mana menyebabkan ia harus pergi dari dunia ini. Tapi sebelum mengakhiri hayatnya, Hanapi berpesan kepada ibunya agar anaknya dididik dengan sebaik-baiknya dan jangan mengikuti jejak ayahnya yang salah tersebut.

Tip Perawatan Aksesori Flanel

Tip Praktis

Tip Perawatan Aksesori Flanel
  1. Simpan aksesori yang sudah selesai dipakai dalam plastik berperekat agar tidak mudah kotor dan tidak menyatu antara satu dengan lainnya. Tujuannya mencegah pergesekan antara satu aksesori dengan aksesori lainnya. 
  2. Setelah dimasukkan satu persatu dalam plastik berperekat, simpan aksesori-aksesori tersebut dalam wadah aksesori khusus, misal kotak plastik.
  3. Jika permukaan aksesori flanel sudah mulai berbulu, guntinglah permukaan yang berbulu tadi dengan gunting tajam secara perlahan sampai bulu-bulu halusnya menghilang.
  4. Jika kotor, cuci aksesori yang memungkinkan untuk dicuci. Caranya:

  • Rendam sebentar aksesori flanel dalam wadah berisi air hangat berisi detergen tanpa pemutih.
  • Hindari untuk menyikatnya, cukup dikucek lembut perlahan dengan jari agar kotoran dan debunya hilang.
  • Boleh direndam sebentar saja dalam larutan pelembut pakaian agar tetap lembut permukaan kainnya.
  • Peras lembut dan jemur. Hindari menjemur di bawah sinar matahari secara langsung untuk mencegah pudarnya warna kain.

Selamat mencuci 
Aninda, Yuka dan Dian. (2012). Aksesori Flanel Gaya. Jakarta:Kriya Pustaka, grup Puspa Swara Anggota IKAPI. 


Selasa, 05 Juli 2011

Kumpulan Contoh Judul Skripsi Bahasa Dan Sastra Indonesia | Syafir.com

Kumpulan Contoh Judul Skripsi Bahasa Dan Sastra Indonesia | Syafir.com

Perbedaan Metode Pembelajaran Konvensional dan Metode Pembelajaran Hypnoteaching

Perbedaan Metode Pembelajaran Konvensional dan Metode Pembelajaran Hypnoteaching

Analisis Pemerolehan Bahasa Pada Manusia


BAB I
PENDAHULUAN

1.1.  Latar Belakang Masalah
            Proses pemerolehan dan penguasaan bahasa anak-anak merupakan satu perkara yang rentan dan cukup menakjubkan bagi para penyelidik dalam bidang psikoliguistik. Bagaimana manusia memperoleh bahasa merupakan satu isu yang amat mengagumkan dan sukar dibuktikan. Berbagai teori dari bidang disiplin yang berbeda telah dikemukakan oleh para pengkaji untuk menerangkan bagaimana proses ini berlaku dalam kalangan anak-anak. Memang diakui bahwa disadari ataupun tidak, sistem-sistem linguistik dikuasai dengan pantas oleh individu kanak-kanak walaupun umumnya tidak ada pengajaran formal.
            Rangsangan bahasa yang diterima oleh kanak-kanak tidak teratur. Namun mereka berupaya memahami sistem-sistem linguistik bahasa pertama sebelum menjangkau usia lima tahun. Fenomena yang kelihatan menakjubkan ini telah berlaku dan terus berlaku dalam kalangan semua masyarakat dan budaya pada setiap masa.
            Pemerolehan bahasa merupakan satu proses perkembangan bahasa manusia. Lazimnya pemerolehan bahasa pertama dikaitkan dengan perkembangan bahasa kanak-kanak manakala pemerolehan bahasa kedua bertumpu kepada perkembangan bahasa orang dewasa.
            Bayi-bayi yang baru lahir sudah mulai mengecam bunyi-bunyi yang terdapat di sekitarnya. Mengikut Brookes (dlm. Abdullah Yusoff dan Che Rabiah Mohamed, 1995:456), kelahiran atau pemerolehan bahasa dalam bentuk yang paling sederhana bagi setiap bayi bermula pada waktu bayi itu berumur lebih kurang 18 bulan dan mencapai bentuk yang hampir sempurna ketika berumur lebih kurang empat tahun. Bagi Mangantar Simanjuntak (1982) pula, pemerolehan bahasa bermaksud penguasaan bahasa oleh seseorang secara tidak langsung dan dikatakan aktif  berlaku dalam kalangan kanak-kanak dalam lingkungan umur 2-6 tahun. Hal ini tidak bermakna orang dewasa tidak memperoleh bahasa tetapi kadarnya tidak sehebat anak-anak.
            Pemerolehan bahasa dikaitkan dengan penguasaan sesuatu bahasa tanpa disadari atau dipelajari secara langsung yaitu tanpa melalui pendidikan secara formal untuk mempelajarinya, sebaliknya memperolehnya dari bahasa yang dituturkan oleh ahli masyarakat di sekitarnya. Beliau seterusnya menegaskan bahwa kajian tentang pemerolehan bahasa sangat penting terutamanya dalam bidang pengajaran bahasa. Pengetahuan yang cukup tentang proses dan hakikat pemerolehan bahasa boleh membantu bahkan menentukan kejayaan dalam bidang pengajaran bahasa.
1.2.            Rumusan Masalah
            Berdasarkan uraian latar belakang diatas, penyusun akan merumuskan masalah dalam bentuk pertanyaan pengkajian sebagai berikut :
1.      Apa pengertian bahasa?
2.      Apa pengertian dari pemerolehan bahasa?
3.      Sebutkan dan jelaskan hipotesis dalam pemerolehan bahasa?
4.      Bagaimana pemerolehan bahasa pertama dan bahasa kedua pada manusia?
5.      Sebutkan tahapan-tahapan pemerolehan bahasa anak secara fungsional?
6.      Bagaimana proses pemerolehan bahasa pada masa anak-anak dan dewasa?
7.      Bagaimana pemerolehan bahasa anak usia tiga tahun dalam bertutur berdasarkan struktur kalimat yang digunakan?
8.      Bagaimana pemerolehan bahasa anak usia tiga tahun dalam bertutur berdasarkan panjang ayat?
9.      Bagaimana ujaran setiap giliran tutur yang digunakan anak usia tiga tahun dalam bertutur?
1.3.            Metode dan Teknik Pengumpulan Data
1.3.1 Metode Kajian
            Adapun metode yang dilakukan penyusun yaitu dengan menggunakan metode deskriptif. Penyusun akan mendeskripsikan data untuk menemukan bahasan mengenai pemerolehan bahasa pada manusia. Studi untuk menyusun karya tulis ini berupa pencarian referensi dari beberapa buku yang dapat dijadikan acuan untuk menggali informasi yang aktual dan tetap berpegang pada prinsip refresentatif. Selain buku, penyusun juga menggunakan media maya untuk mencari data yang relevan dengan pembuatan karya tulis.
1.3.2 Teknik Studi Literatur
            Untuk memperoleh data, penyusun menggunakan teknik studi literatur, yaitu teknik yang digunakan untuk memperoleh bahan penunjang yang berhubungan dengan permasalahan. Teknik studi literatur ini digunakan karena dalam pengumpulan data-data penyusun membaca buku-buku tentang pemerolehan bahasa pada manusia. Teknik ini digunakan untuk lebih memperkuat data sehingga data yang dikumpulkan benar-benar otentik dan dapat dipertanggungjawabkan.
1.4.            Tujuan Penulisan
            Adapun tujuan penulisan karya tulis dalam  pemerolehan bahasa ini adalah sebagai berikut :
1.      Untuk mengetahui sejauh mana pemerolehan bahasa pada masa anak-anak, dan dewasa.
2.      Untuk mengetahui bagaimana proses pemerolehan bahasa pada manusia.
3.      Sebagai proses pembelajaran tanggung jawab terhadap sesuatu yang dikerjakan, khususnya disajikan dalam suatu karya tulis.
4.      Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah psikolinguistik tahun pelajaran 2011/2012.
1.5.            Manfaat Penulisan
            Adapun manfaat penulisan karya tulis pemerolehan bahasa ini adalah untuk membantu para pembaca dan penyusun mengetahui atau memahami proses pemerolehan bahasa pada manusia yang dimulai dari masa anak-anak, dan masa dewasa.
1.6.            Sistematika Penulisan
            Agar pembaca mudah memahami dan mempelajari karya tulis ini, terlebih dahulu kami membuat sistematika penulisan karya tulis yang disusun sebagai berikut :


BAB I PENDAHULUAN
1.1.       Latar Belakang Masalah
1.2.       Rumusan Masalah
1.3.       Metode dan Teknik Pengumpulan Data
1.3.1 Metode Kajian
1.3.2 Teknik Pengumpulan Data
1.4.       Tujuan Penulisan
1.5.       Manfaat Penulisan
1.6.       Sistematika Penulisan
BAB II LANDASAN TEORI
2.1. Pengertian Bahasa
2.2. Pengertian Pemerolehan Bahasa
2.3. Tahapan Pemerolehan Bahasa Anak Secara Fungsional
2.4. Pemerolehan Bahasa pertama dan Bahasa Kedua Pada Manusia
2.5. Fungsi Bahasa
BAB III PEMBAHASAN MASALAH
3.1. Pengertian Bahasa
3.2. Pengertian pemerolehan Bahasa
3.3. Hipotesis dalam pemerolehan Bahasa
3.4. Pemerolehan bahasa pertama dan bahasa kedua pada manusia
3.5. Tahap-tahap pemerolehan bahasa anak secara fungsional
3.6. Pemerolehan bahasa pada masa anak-anak, dan dewasa
3.7. Pemerolehan Bahasa berdasarkan struktur kalimat yang digunakan anak usia tiga tahun dalam bertutur
3.8. Pemerolehan Bahasa berdasarkan panjang ayat yang digunakan anak usia tiga tahun dalam bertutur
3.9. Pemerolehan bahasa berdasarkan ujaran setiap giliran tutur yang digunakan anak usia tiga tahun dalam bertutur
BAB IV PENUTUP
4.1 Simpulan
4.2 Saran
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1. Pengertian Bahasa
E. Cassier berpendapat bahwa pada dasarnya bahasa merupakan pengungkapan gagasan serta ekspresi perasaan atau emosinya. Ia berpendapat bahwa jeritan-jeritan yang keluar dari seorang anak (bayi) merupakan ungkapan emosionalnya. Sementara itu, bahasa anak yang merupakan ungkapan pikiran atau gagasan mengikuti perkembangan fisik dan pikiran sebagai wujud sosialisasinya dengan lingkungan.
Pendapat lain yang dinyatakan oleh Brooks adalah ‘kelahiran bahasa’ merupakan pemerolehan bahasa bagi tiap manusia (anak bermula ketika ia berumur 18 tahun). Bahasa diperoleh anak mulai dari bentuk yang paling sederhana hingga menuju kesempurnaan.
Menurut Chaer 1994, bahasa sebagai “satu sistem lambang bunyi yang bersifat arbitrer,” yang kemudian lazim ditambah dengan “yang digunakan oleh sekelompok anggota masyarakat untuk berinteraksi dan mengidentifikasikan diri.”
2.2. Pengertian Pemerolehan Bahasa
Pemerolehan bahasa berkenaan dengan bahasa pertama sedangkan pembelajaran bahasa kedua. Pemerolehan bahasa atau akuisisi bahasa adalah proses yang berlangsung didalam otak seseorang kanak-kanak ketika dia memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa ibunya.
 Istilah ‘pemerolehan’ merupakan padanan kata acquisition. Istilah ini dipakai dalam proses penguasaan bahasa pertama sebagai salah satu perkembangan yang terjadi pada seorang manusia sejak lahir (Darmojuwono dan Kushartanti, 2005: 24). Secara alamiah anak akan mengenal bahasa sebagai cara berkomunikasi dengan orang di sekitarnya. Bahasa pertama yang dikenal dan selanjutnya dikuasai oleh seorang anak disebut bahasa ibu (native language).
Ada dua pengertian mengenai pemerolehan bahasa. Pertama, pemerolehan
bahasa mempunyai permulaan yang mendadak, tiba-tiba. Kedua, pemerolehan
bahasa memiliki suatu permulaan yang gradual yang muncul dari
prestasi-prestasi motorik, sosial, dan kognitif pralinguistik.
Pemerolehan bahasa (bahasa Inggrislanguage acquisition) adalah proses manusia mendapatkan kemampuan untuk menangkap, menghasilkan, dan menggunakan kata untuk pemahaman dan komunikasi. Kapasitas ini melibatkan berbagai kemampuan seperti sintaksisfonetik, dan kosakata yang luas. 
2.3 Tahapan Pemerolehan Bahasa Anak Secara Fungsional
Ada beberapa tahapan dalam pemerolehan bahasa anak secara fungsional, yang secara umumnya ada salah satu fungsi bahasa yaitu sebagai alat komunikasi sebenarnya mulai dipahami sejak kanak-kanak. Menurut Halliday, sejak seorang anak dapat berujar, secara tidak sadar ia merasakan bahwa bahasa dapat digunakan sesuai kehendak. Halliday dalam Soemarsono (2004: 166) membagi tahap-tahap pemerolehan bahasa anak secara fungsional sebagai berikut:
1.        Fungsi Instrumental
2.        Fungsi Regulatori
3.        Fungsi Interaksi
4.        Fungsi Personal
5.        Fungsi Heuristik
6.        Fungsi Imajinatif
7.        Fungsi Representasional
2.4 Pemerolehan Bahasa pertama dan Bahasa Kedua Pada Manusia
Pemerolehan Bahasa Pertama
Proses anak mulai mengenal komunikasi dengan lingkungannya secara verbal disebut dengan pemerolehan bahasa anak. Pemerolehan bahasa pertama (B1) (anak) terjadi bila anak yang sejak semula tanpa bahasa kini telah memperoleh satu bahasa. Pada masa pemerolehan bahasa anak, anak lebih mengarah pada fungsi komunikasi daripada bentuk bahasanya.
Pemerolehan bahasa anak-anak dapat dikatakan mempunyai ciri kesinambungan, memiliki suatu rangkaian kesatuan, yang bergerak dari ucapan satu kata sederhana menuju gabungan kata yang lebih rumit.
Pemerolehan bahasa pertama (B1) sangat erat hubungannya dengan perkembangan kognitif yakni pertama, jika anak dapat menghasilkan ucapan-ucapan yang berdasar pada tata bahasa yang teratur rapi, tidaklah secara otomatis mengimplikasikan bahwa anak telah menguasai bahasa yang bersangkutan dengan baik. Kedua, pembicara harus memperoleh ‘kategori-kategori kognitif’ yang mendasari berbagai makna ekspresif bahasa-bahasa alamiah, seperti kata, ruang, modalitas, kausalitas, dan sebagainya.
Pemerolehan Bahasa Kedua
Pemerolehan bahasa berbeda dengan pembelajaran bahasa. Orang dewasa mempunyai dua cara yang, berbeda berdikari, dan mandiri mengenai pengembangan kompetensi dalam bahasa kedua. Pertama, pemerolehan bahasa merupakan proses yang bersamaan dengan cara anak-anak. Mengembangkan kemampuan dalam bahasa pertama mereka.
Pemerolehan bahasa merupakan proses bawah sadar. Para pemeroleh bahasa tidak selalu sadar akan kenyataan bahwa mereka memakai bahasa untuk berkomunikasi. Kedua, untuk mengembangkan kompetensi dalam bahasa kedua dapat dilakukan dengan belajar bahasa. Anak-anak memperoleh bahasa, sedangkan orang dewasa hanya dapat mempelajarinya.
2.5 Fungsi Bahasa
Fungsi bahasa adalah alat interaksi sosial, dalam arti alat adalah menyampaikan pikiran, gagasan, konsep, atau juga perasaan (Chaer, 1995). Dalam hal ini, Wardhaugh (1972) seorang pakar sosiolinguistik juga mengatakan bahwa fungsi bahasa adalah alat komunikasi manusia, baik lisan maupun tulisan. Namun, fungsi ini sudah mencakup lima fungsi dasar yang menurut Kinneavy disebut fungsi ekspresi, fungsi informasi, fungsi eksplorasi, fungsi persuasi, dan fungsi entertainment (Michel, 1967:51).
Fungsi dasar bahasa :
1.    Fungsi ekspresi adalah fungsi untuk menyampaikan segala bentuk pengekspresian dari segala bentuk bahasa.
2.    Fungsi informasi adalah fungsi untuk menyampaikan pesan atau amanat kepada orang lain.
3.    Fungsi eksplorasi adalah penggunaan bahasa untuk menjelaskan suatu hal, perkara, dan keadaan.
4.    Fungsi persuasi adalah penggunaan bahasa yang bersifat mempengaruhi atau mengajak orang lain untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu secara baik-baik.
5.    Fungsi entertainment adalah penggunaan bahasa dengan maksud menghibur, menyenangkan, atau memuaskan perasaan batin.
BAB III
PEMBAHASAN MASALAH

3.1. Pengertian Bahasa
Menurut Keraf dalam Smarapradhipa (2005:1), memberikan dua pengertian bahasa. Pengertian pertama menyatakan bahasa sebagai alat komunikasi antara anggota masyarakat berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Kedua, bahasa adalah sistem komunikasi yang mempergunakan simbol-simbol vokal (bunyi ujaran) yang bersifat arbitrer.
Menurut Owen dalam Setiawan (2006:1), menjelaskan definisi bahasa yaitu language can be defined as a sosially shared combinations of those symbols and rule governed combinations of those symbols (bahasa dapat didefinisikan sebagai kode yang diterima secara sosial atau sistem konvensional untuk menyampaikan konsep melalui kegunaan simbol-simbol yang dikehendaki dan kombinasi simbol-simbol yang diatur oleh ketentuan).
Pendapat di atas mirip dengan apa yang diungkapkan oleh Tarigan (1989:4), beliau memberikan dua definisi bahasa. Pertama, bahasa adalah suatu sistem yang sistematis, barang kali juga untuk sistem generatif. Kedua, bahasa adalah seperangkat lambang-lambang mana suka atau simbol-simbol arbitrer.
Menurut Mackey (1986:12) bahwa bahasa adalah suatu bentuk dan bukan suatu keadaan (lenguage may be form and not matter) atau sesuatu sistem lambang bunyi yang arbitrer, atau juga suatu sistem dari sekian banyak sistem-sistem, suatu sistem dari suatu tatanan atau suatu tatanan dalam sistem-sistem.
Jadi, setelahnya kita membandingkan pengertian bahasa dari keempat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa bahasa adalah suatu sistem lambang bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap sebagai alat komunikasi manusia dalam menyampaikan suatu permasalahan yang bersifat arbitrer, dinamis, manasuka, dan unik yang disampaikan melalui kegunaan simbol-simbol yang diatur oleh ketentuan-ketentuan yang berlaku.
.

3.2. Pengertian Pemerolehan Bahasa
Bahasa yang diperoleh bisa berupa vokal seperti pada bahasa lisan atau manual seperti pada bahasa isyarat. Pemerolehan bahasa biasanya merujuk pada pemerolehan bahasa pertama yang mengkaji pemerolehan anak terhadap bahasa ibu mereka dan bukan pemerolehan bahasa kedua yang mengkaji pemerolehan bahasa tambahan oleh anak-anak atau orang dewasa.
Proses anak mulai mengenal komunikasi dengan lingkungannya secara verbal disebut dengan pemerolehan bahasa anak. Pemerolehan bahasa pertama (Bl) (anak) terjadi bila anak yang sejak semula tanpa bahasa kini telah memperoleh satu bahasa.
Selain dari pengertian tersebut diatas ada dua pengertian mengenai pemerolehan bahasa. Pertama, pemerolehan bahasa mempunyai permulaan yang mendadak, tiba-tiba. Kedua, pemerolehan bahasa memiliki suatu permulaan yang gradual yang muncul dari prestasi-prestasi motorik, sosial, dan kognitif pralinguistik. Penelitian mengenai bahasa manusia telah menunjukkan banyak hal mengenai pemerolehan bahasa, mengenai apa yang dilakukan atau tidak dilakukan seorang anak ketika belajar atau memperoleh bahasa (Fromkin dan Rodman, 1998:318).
Jadi yang dimaksud dengan pemerolehan bahasa adalah proses dimana saat pertama kali anak mengucapkan kata yang ia ucapkan melalui bahasa yang ia dengar dari orang dewasa, perlahan ia mengikutinya hingga ia mampu mengucapkan kalimat yang panjang dan rumit, saat itulah anak mulai memperoleh bahasa. Pemerolehan bahasa pada anak didapatkan dari lingkungannya sendiri yaitu mulai dari ibunya sendiri hingga orang-orang disekelilingnya.
3.3. Hipotesis dalam Pemerolehan Bahasa
Terdapat tiga hipotesis dalam pemerolehan bahasa, yakni :
1. Hipotesis Nurani
Pandangan yang mengajukan hipotesis nurani ialah bahwa manusia lahir dengan dilengkapi oleh suatu alat yang memungkinkan dapat berbahasa dengan mudah dan cepat. Hal tersebut sukar dibuktikan secara empiris. Hipotesis nurani ini dibedakan adanya dua macam hipotesis nurani, yaitu hipotesis nurani bahasa dan hipotesis nurani mekanisme (Simanjuntak, 1977).
Hipotesis nurani bahasa merupakan satu asumsi yang menyatakan bahwa sebagian atau semua bagian dari bahasa tidaklah dipelajari atau diperoleh tetapi ditentukanoleh fitur-fitur nurani yang khusus dari organism manusia. Sedangkan hipotesis nurani mekanisme menyatakan bahwa proses pemerolehan bahasa oleh manusia ditentukan oleh perkembangan kognitif umum dan mekanisme nurani umum yang berinteraksi dengan pengalaman.
2. Hipotesis Tabularasa
Hipotesis yang dikemukakan oleh John Locke seorang tokoh empirisme, kemudian dianut dan disebarluaskan oleh John Watson seorang tokoh terkemuka aliran behaviorisme dalam psikologi. Yakni hipotesis tabularasa yang secara  harfiah berarti “kertas kosong” sama halnya dengan otak bayi pada waktu dilahirkan, yang nanti akan ditulis atau diisi dengan pengalaman-pengalaman.
Menurut hipotesis tabularasa ini bahwa semua pengetahuan dalam bahasa manusia yang tampak dalam perilaku berbahasa merupakan hasil dari integrasi peristiwa-peristiwa linguistik yang dialami dan diamati oleh manusia itu.
3. Hipotesis Kesemestaan Kognitif
Menurut teori yang didasarkan pada kesemestaan kognitif, bahasa diperoleh berdasarkan struktur-struktur kognitif deriamotor. Struktur-struktur ini diperoleh kanak-kanak melalui interaksi dengan benda-benda atau orang-orang disekitarnya. Dalam hipotesis ini pemerolehan bahasa kanak-kanak dapat dibagi kedalam tiga tahapan yaitu:
1.      kanak-kanak memilih satu gabungan bunyi pendek dari bunyi-bunyi yang didengarnya.
2.      Setelahnya memahami gabungan bunyi-bunyi pendek selanjutnya kanak-kanak akan mengikuti seri bunyi yang sama dengan fonetik orang dewasa.
3.      Kemudian kanak-kanak akan memunculkan fungsi-fungsi tata bahasa.

3.4. Pemerolehan Bahasa Pertama dan Bahasa Kedua Pada Manusia
Pemerolehan Bahasa Pertama
Pemerolehan bahasa pertama adalah proses penguasaan bahasa pertama oleh si anak. Selama penguasaan bahasa pertama ini, terdapat dua proses yang terlibat, yaitu proses kompetensi dan proses performansi. Kedua proses ini tentu saja diperoleh oleh anak secara tidak sadar.
Ada beberapa tahap yang dilalui oleh sang anak selama memperoleh bahasa pertama. Tahap yang dimaksud adalah vokalisasi bunyi, tahap satu-kata atau holofrastis, tahap dua-kata, tahap dua-kata, ujaran telegrafis. 
Selain tahap pemerolehan bahasa seperti yang telah disebutkan, ada juga para ahli bahasa, seperti Aitchison mengemukakan beberapa tahap pemerolehan bahasa anak. Tahap-tahap yang dia maksud adalah mendengkur, meraban, pola intonasi, tuturan satu kata, tuturan dua kata, infleksi kata, bentuk tanya dan bentuk ingkar, konstruksi yang jarang atau kompleks, tuturan yang matang. Meskipun terjadi perbedaan dalam hal pembagian tahap-tahap yang dilalui oleh anak saat memperoleh bahasa pertamanya, jika dilihat secara cermat, pembahasan dalam setiap tahap pemerolehan bahasa pertama anak memiliki kesamaan, yaitu adanya proses fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, pragmatik.
Bagaimana sebenarnya proses pemerolehan bahasa pertama ini? Ada beberapa teori pemerolehan bahasa yang menjelaskan hal ini, yaitu teori behaviorisme, nativisme, kognitivisme, interaksionisme. Keempat teori ini memiliki sudut pandang yang berbeda dalam menjelaskan perihal cara anak memperoleh bahasa pertamanya.
Bahasa pertama merupakan bahasa ibu, bahasa yang dipelajari oleh seseorang di masa kanak-kanak pada awal pemerolehan bahasa. Oleh karena itu pada umumnya bahasa pertama (B1) merupakan bahasa daerah. Beragam bahasa yang ada di Indonesia yang pada umumnya menjadi bahasa pertama seseorang. Bangsa Indonesia memiliki latar belakang budaya, suku dan kebiasaan tertentu dimasyarakat. Hal ini cenderung mempengaruhi bahasa seseorang, misalnya penggunaan dialek bahasa-bahasa daerah di Indonesia yang memang bervariasi. Belum lagi adanya persamaan makna atau penafsiran tertentu di suatu daerah satu dengan daerah lainnya.
Pemerolehan Bahasa Kedua
Kemampuan memperoleh bahasa kedua ditentukan oleh banyak faktor. Faktor-faktor tersebut menyangkut faktor internal (dalam diri individu) dan faktor eksternal, misalnya situasi dan intensitas pajanan (eksposure) bahasa. Faktor internal seperti usia, bakat, aspek kognisi, motivasi, kepribadian, dan faktor eksternal seperti situasi bahasa, strategi belajar, dan sebagainya, mempengaruhi perkembangan pemerolehan bahasa.
Pemerolehan bahasa kedua memerlukan penguasaan pengetahuan bahasa (competence) dan penampilan bahasa (perpormance). Kompetensi menurut Chomsky (1965) mengandung representasi mental dari kaidah bahasa yang membentuk tata bahasa yang terinternalisasi dalam penutur dan pendengar (lawan tutur).
Pemerolehan bahasa kedua tidak sama dengan pemerolehan bahasa pertama. Pada pemerolehan bahasa pertama siswa "berangkat dari nol" (dia belum menguasai bahasa apa pun) dan perkembangan pemerolehan bahasa ini seiring dengan perkembangan fisik dan psikhisnya. Pada pemerolehan bahasa kedua, siswa sudah menguasai bahasa pertama dengan baik dan perkembangan pemerolehan bahasa kedua tidak seiring dengan perkembangan fisik dan psikhisnya.
Selain itu pemerolehan bahasa pertama dilakukan secara informal dengan motivasi yang sangat tinggi (siswa memerlukan bahasa pertama ini untuk dapat berkomunikasi dengan orang-orang yang ada di sekelilingnya), sedangkan pemerolehan bahasa kedua dilakukan secara formal dan motivasi siswa pada umumnya tidak terlalu tinggi karena bahasa kedua tersebut tidak dipakai untuk berkomunikasi sehari-hari dilingkungan masyarakat siswa tersebut.
Pemerolehan bahasa kedua dilakukan dengan proses, dibutuhkan perkembangan kanak-kanak tersebut sehingga benar-benar fasih menggunakan bahasa keduanya.  Kefasihan seorang anak untuk menggunakan dua bahasa sangat tergantung adanya kesempatan untuk menggunakan kedua bahasa itu. Jika kesempatan banyak maka kefasihan berbahasanya semakin baik (Chaer, 1994:66). Semakin sering pengunaan dan pemakaian bahasa kedua, baik secara formal maupun informal maka hal ini akan membantu pada proses pemahaman dan kefasihan pemakaian bahasa keduanya.
3.5. Tahap-tahap Pemerolehan Bahasa Anak Secara Fungsional dan Universal
Tahap pemerolehan bahasa anak secara fungsional
Pemerolehan bahasa seseorang bergantung pada kecerdasan pikiran seseorang, ada seseorang yang cepat dalam proses pemerolehan bahasa ada pula yang lambat.  Berdasarkan uraian tersebut, maka timbul beberapa pertanyaan, antara lain: (1) bagaimana seseorang memperoleh bahasa pertamanya (bahasa ibu)? dan (2) bagaimana seseorang memperoleh bahasa keduanya (proses bahasa)? Halliday (1968) menguraikan tujuan pemerolehan bahasa anak secara fungsional, yaitu :
1.        Fungsi instrumental, yakni tahapan dimana anak tanpa sadar memberikan respon atas apa yang diujarkannya serta apa yang diujarkannya memberikan sesuatu, baik berupa tanggapan barang maupun jasa. Jadi anak terkesan bahwa bahasa dapat dibuat semacam alat (instrumen) untuk memperoleh sesuatu.
2.        Fungsi regulatori, yakni pemerolehan pengalaman yang berulang-ulang keluarga di mana bahasa berfungsi sebagai alat  mengendalikan seseorang oleh orang lain. Pada tahap ini, pada mulanya anak menjadi objek yang dikendalikan oleh orang yang ada disekitarnya, misalnya disuruh, diperintah atau dilarang oleh orang tuanya, kakaknya maupun orang lain.
3.        Fungsi interaksi, yakni terjadi antara anak dan keluarga, atau kelompok mainnya dengan mengembangkan dialog atau tanya jawab.
4.        Fungsi personal yakni seorang anak merasa mulai memiliki kebebasan, bukan hanya untuk mengungkapkan perasaan atau sikapnya tetapi  juga unsur pribadinya di dalam fungsi interaksi bahasa.
5.        Fungsi heuristic, yakni anak mulai bertanya pada lingkungannya, tidak hanya tentang  fakta tapi penjelasan fakta, masa ini bisa disebut juga sebagai masa “apa itu”.
6.        Fungsi imajinatif, yakni masa dimana anak menciptakan lingkungannya sendiri melalui bahasa, di sini anak mulai berbicara pada dirinya sendiri atau seorang anak perempuan berbicara pada bonekanya dan ia berpura-pura sebagai ibunya.
7.        Fungsi representasional, yakni pertambahan kemampuan berbahasa sesuai dengan pertambahan usia anak, di sini mulai tampak perbedaan antara bahasa dan anak dengan bahasa orang dewasa.
Tahap pemerolehan bahasa anak secara universal
Selain pemerolehan bahasa pada anak yang berlangsung secara fungsional, ada beberapa pemerolehan bahasa anak – Universal. Tahap-tahap tersebut ialah:
1.        Praujar (Pre-speach)
Banyak hal yang sangat penting yang berlangsung  sebelum bayi mengucapkan kata-kata dalam bahasa mereka untuk pertama kalinya: bayi belajar untuk memberikan perhatian terhadap ujaran, perhatian terhadap intonasi, dan nada bahasa jauh sebelum mereka mengenal berbicara.
2.        Tahap Meraban/Berceloteh (babbling staage)
Tahap ini dimulai ketika bayi mulai berusia beberapa bulan. Dunia celoteh bayi dimulai kira-kira usia empat sampai enam bulan. Ditandai oleh bunyi-bunyi yang tidak bisa membedakan secara tepat adanya perbedan bunyi-bunyi bahasa, banyak diantara bunyi-bunyi ujaran tersebut tidak merupakan ujaran dalam bahasa yang sedang dipakai dan tidak bermakna.
3.        Tahap Satu Kata (holophrastic)
Bayi mampu menuturkan kakta-kata pertama dalam kehidupan mereka pada usia senbilan bulan, misalnya mama, dada (kata-kata ini mirip dengan babbling). Anak tuli bisu yang orang tuanya menggunakan bahasa tanda mulai membuta bahasa tanda (isyarat) pada usia sekitar delapan bulan. Pada tahapan ini kata-kata yang diutarakan seringkali disederhanakan agar anak mudah untuk menirunya.
4.        Menggabungkan Kata (Combining worlds)
Usai 18 bulan sampai 2 tahun. Menjelang usai 2,5 tahun kebenyakan anak-anak berbicara dengan menggunakan kalimat yang mengandung banyak kata, meskipun tata bahasanya snagat tidak sempurna. Tahap ini berkembang dengan cepat ketahap kelima yaitu pemerolehan bahasa. Menjelang usia 6 tahun tatabahasa yang diperlihatkan anak-anak mendekati tatabhasa yang digunakan orang dewasa.
Tiga pendekatan teoretis utama pemerolehan bahasa anak, adalah sebagai berikut :
1.        Perkembangan kognitif merupakan prasayarat penting perkembangan bahasa. Akan tetapi, pemerolehan bahasa tidak bisaberlangsung secara spontan hanya karena adanya perkembangan kognitif seorang anak (sebagaimana yang tampak pada sistem komunikasi hewan).
2.        Pengulangan, peniruan, input struktur merupakan bagian dari pemerolehan bahasa. Pajanan yang intensif dalam suatu bahasa bisa jadi mempercepat pemerolehan bahasa, tetapi hal itu bukan merupakan keharusan.
3.        Piranti belajar bawaan. Semua anak yang dipajankan dalam suatu ‘arena’ bahasa, mengabaikan faktor lingkungan dan kecerdasan, mampu memperoleh tatabahasa yang komplek pada usia-usia awal. Sesuatu yang dibawa anak sejak lahir, dikenal dengan “piranti pemerolehan bahasa” (language acquisition device). Mendorong kecepatan dan keberhasilan pemerolehan bahasa pada anak-anak.
3.6. Pemerolehan Bahasa Pada Masa Anak-Anak, dan Dewasa
Pemerolehan Bahasa Pada Masa Anak-Anak
Dari sudut pandang neurologis, jelas bahwa sejak lahir seorang anak dilengkapi dengan piranti neurologi sebagai prasyarat pemahaman dan pengunaan bahasa (Fromkinand Rodman, 1989:327). Dalam kaitannya dengan kapasitas bahasa anak, Hurte ( dalam Chomsky, 1968:8) menegaskan bahwa seorang anak yang berinteligensi normal akan mampu memperoleh pengetahuan melalui sumber-sumber internal, mungkin dengan memanfaatkan indera dan membangun sistem kognitif mengenai konsep dan prinsip yang dikembangkan secara bebas.

Pemerolehan bahasa pada anak usia 1-3 tahun
Pemerolehan bahasa pada anak usia 1 – 3 tahun merupakan proses yang bersifat fisik dan psikhis. Secara fisik, kemampuan anak dalam memproduksi kata-kata ditandai oleh perkembangan bibir, lidah, dan gigi mereka yang sedang tumbuh. Pada tahap tertentu pemerolehan bahasa (kemampuan mengucapkan dan memahami arti kata juga tidak lepas dari kemampuan mendengarkan, melihat, dan mengartikan simbol-simbol bunyi dengan kematangan otaknya. Sedangkan secara psikis, kemampuan memproduksi kata-kata dan variasi ucapan sangat ditentukan oleh situasi emosional anak saat berlatih mengucapkan kata-kata. Anak-anak yang mendapatkan bimbingan dan dorongan moral yang sangat kuat akan memperoleh kata-kata yang banyak dan bervariasi dibandingkan anak-anak lainnya.
Pemerolehan bahasa anak di dunia terjadi dalam kondisi yang berbeda-beda namun memiliki strategi yang sama, tergantung pada lingkungan tempat tinggal anak tersebut.
Jadi dapat disimpulkan bahwa dalam pemerolehan bahas anak usia 1-3 tahun ialah:
1.        Ada kesamaan kemampuan anak dalam mengucapkan kata-kata tertentu. misalnya maem, mimik, papa, mama, dan lain-lain.
2.        Yang paling berperan dalam mengembangkan kemampuan berbahasa anak adalah ibu. Dalam hal ini ibu dianggap paling menentukan perolehan dan kecakapan bahasa seorang anak.
3.        Upaya terbaik dalam mengembangkan kemampuan awal kebahasaan anak yaitu dengan melatih vokal, yang paling dipahami oleh anak.
Pemerolehan bahasa merupakan suatu konsekuensi alamiah dari adanya sebuah masyarakat manusia. Semua anak yang dipajankan pada suatu bahasa akan memperoleh bahasa tersebut secara alamiah tanpa usaha keras dari anak untuk mempelajarinya dan bantuan orang dewasa untuk mengajarinya. Hasil pemerolehan bahasa pertama akan sama, tidak dipengaruhi oleh perbedaan tingkat kecerdasan anak. Dua anak yang memiliki tingkat kecerdasan yang sangat berbeda akan memperlihatkan kemampuan bahasa yang sama menjelang usia enam tahun.

Pemerolehan Bahasa pada Usia Dewasa
Ada pandangan dikalangan kaum awam bahwa pembelajar bahasa kedua yang muda umumnya memperlihatkan perkembangna yang lebih baik daripada yang berusia yang lebih tua. Mereka belajar lebih muda dan memiliki kepasihan lebi baik dari pada yang dewasa. Mungkin asmsi inidilandasi oleh adanya keterkaitan antara kapasitas berbahasa pembelajar dengan masa kritis pemerolehan bahasa. Masa kritis pemerolehan bahasa adalah periode kehidupan manusia yang ditentukan secara biologis sebagai masa pemerolehan bahasa secara lebih mudah, dan diluar masa ini pada umumnya pembelajar bahasa mengalami kesulitan dalam pemerolehannya.
Berdasarkan gambaran umum yang dikemukakan oleh Piaget dalam Brown (1987:47), tahap paling kritis bagi pemerolehan bahasa pertama maupun bahasa kedua umumnya berlangsung pada masa pubertas. Pada masa ini seseorang mampu membuat abstaraksi formal berdasarkan pengalaman konkrit dan persepsi langsung terhadap suatu informansi. Sebaliknya, Krashen (1973:63) menjelaskan bahwa perkembangan lateralisasi berakhir jauh lebih awal dari masa pubertas dan bukan merupakan hambatan bagi pembelajar bahasa kedua yang sudah dewasa untuk memperoleh bahasa dengan aksen mirip penuturnya.
Dalam kaitanya dengan usia, banyak orang percaya bahwa semakin muda seseorang, semakin mudah dia memperoleh atau mempelajari bahasa asing. Pandangan seperti ini mengundang kontroversi.
Larsen-Freeman and Long (dalam Ellis, 1994:485) meyakini bahwa apabila dapat dibuktikan bahwa pembelajaran bahasa yang lebih muda dapat melakukan tugas belajar bahasanya lebih baik dibandingkan yang lebih tua, pendapat ilmuan yang menyatakan bahwa semakin awal memulai belajar bahasa asing semakin baik diperkuat oleh pandangan tersebut diatas.
3.7. Pemerolehan Bahasa Berdasarkan Struktur Kalimat yang Digunakan Anak Usia Tiga Tahun dalam Bertutur
Pemerolehan bahasa pertama, anak juga sudah mampu menyusun kalimat meskipun masih sangat sederhana. Kalimat adalah bagian terkecil ujaran atau teks (wacana) yang mengungkapkan pikiran yang utuh secara ketatabahasaan.
Dipandang dari sudut logika, kalimat didefinisikan sebagai ujaran yang didefinisikan pikiran lengkap yang tersusun dari subjek dan predikat. Pengertian bahwa subjek adalah tentang apa sesuatu dikatakan dan predikat adalah apa yang dikatakan tentang subjek, yang perlu diperhatikan ialah bahwa istilah subjek dan predikat itu mengacu kepada fungsi, tidak kepada jenis kata. Adapun  beberapa cuplikan dialog antara lain:
Andika            : mah... lapar...
Mama              : iya,, mama goreng telor dulu yah
Andika            : emmm.... mam cepat..
Mama              : iya, bentar, makannya di kasih kecap oge nya...
Andika            : asik.. mah mam na diluar
Mama              : iya sok....                   
Cuplikan dalam tuturan ini  dapat sebagai bukti bahwa anak umur tiga tahun, sudah bisa menggunakan kalimat. Kalimat-kalimat yang diucapkan biasanya masih sangat sederhana tetapi sudah dapat berdiri sebagai kalimat.
Misalnya mah lapar, penggalan tuturan itu sudah dapat berdiri sendiri sebagai kalimat karena secara fungsi kalimat tersusun atas Subjek (S) dan Predikat (P). Mah berkedudukan sebagai S dan lapar berkedudukan sebagai (P). Sama halnya dengan Mah mam na di luar.Mah berkedudukan sebagai S, mam na (yang dalam bahasa Indonesia makannya) berkedudukan sebagai P dan di luar ya  berkedudukan sebagai keterangan.
3.8. Pemerolehan Bahasa Berdasarkan Panjang Ayat yang Digunakan Anak Usia Tiga Tahun dalam Bertutur
Pada hakikatnya, proses pemerolehan bahasa  pada setiap anak sama, yaitu melalui pembentukan dan pengujian hipotesis tentang kaidah bahasa. Pembentukan kaidah itu dimungkinkan oleh adanya kemampuan bawaan atau struktur bawaan yang secara mental dimiliki oleh setiap anak. Inilah yang disebut dengan alat pemerolehan bahasa (LAD). Dengan ini setiap anak dapat memperoleh bahasa apa saja serta ditentukan oleh faktor lain yang turut mempengaruhinya. Data kebahasaan yang harus diproses lebih lanjut  oleh anak merupakan hal yang penting.
Dalam analisis khususnya panjang kalimat anak usia tiga tahun tidak terlepas dari penguasaan dan pemerolehan bahasa. Pemerolehan ini yang terjadi secara alamiah. Adapun beberapa cuplikan dialog antara lain :
Mama       : cup...cup...  diam, jangan nangis. Tos ageng nangis wae..  gugah...
Andika     : mamah.... (sambil nangis)
Mama       : ya bentar  mama kaluar heula sakedap. Entar kesini yah...
Andika     : ngak... mah.... (masih nangis)
Mama       : ieu hoyong kue teu. Mama punya kue...
Andika     : ngak mah.... (mama datang)
Mama       : di tinggal bentar nangis wae....
Andika     : emmmm,,, gendong mah... (masih nangis)
Dalam wacana di atas, jelas bahwa Andika mengucapkan kata-kata yang terpenggal. Jadi, dapat disimpulkan anak usia tiga tahun sebenarnya sudah dapat berkomunikasi, meskispun secara terbatas. Komunikasi secara terbatas dalam tutur ini karena keadaan situasi yang sedang dialami Andika. Dalam keadaan menangis Andika secara tidak langsung akan memanggil yang namanya Mama, karena hanya mama, orang yang terdekat (yang merawat) dia.
3.9. Pemerolehan Bahasa Berdasarkan Ujaran Setiap Giliran Tutur yang  digunakan Anak Usia Tiga Tahun dalam Bertutur
Analisis Berdasarkan Jumlah Ujaran Setiap Giliran Tutur
Pengambil giliran (turn taking) merupakan satu strategi yang penting dalam sesuatu komunikasi khususnya dalam komunikasi dua hal. Dengan adanya strategi ini, sesuatu tuturan dapat berjalan dengan lancar dan teratur menurut prinsip-prinsip komunikasi.
Dalam kajian ini, didapati bahwa ujaran setiap giliran untuk subjek kajian, Arya dengan orang dewasa, yaitu Mas Budi dan Mbak Seni adalah hampir sekata. Hal ini mungkin disebabkan observasi yang dilakukan itu lebih merupakan tuturan yang berupa soal jawab antara Arya dengan Mas Budi dan Mbak Seni. Oleh karena itu, dalam perbuatan tersebut, Arya hanya berperanan untuk menjawab pertanyaan yang dikemukakan oleh kedua orang dewasa tadi.

Perhatikan cuplikan tuturan berikut!
Mas Budi        : Arya mama kemana?
Arya                : Kerja
Mas Budi        : Kerjanya di mana?
Arya                : Kantor Pos
Mbak Seni       : Lek ayah kerjanya dimana?
Cuplikan wacana di atas membuktikan bahwa Arya dalam bertutur hanya menjawab pertanyan dari lawan tutur. Jumlah ujaran-ujaran yang diucapkan relatif pendek dan sederhana. Hal ini sejalan dengan tingkat penguasaan bahasa oleh anak usia tiga tahun. Hal ini disebabkan karena bahasa pertama yang anak kuasai adalah bahasa yang sesuai dengan lingkungan pembelajar.
BAB IV
PENUTUP
4.1              Simpulan
Pemerolehan bahasa ada dua, yaitu pemerolehan bahasa pertama dan pemerolehan bahasa kedua. Pemerolehan bahsa kedua memerlukan competence dan performance.
Dalam pemerolehan bahasa pada manusia memerlukan beberapa tahapan penting  yaitu berdasarkan faktor usia dan proses pembelajaran bahasa. Tahapan tersebuat ialah tahap Pra-ujar (pre-speach), tahap Meraban/Berceloteh (babbling stage), tahap Satu Kata (holophrastic), dan tahap Menggabungkan Kata (combining words).
Pemerolehan bahasa pada masa anak-anak dan dewasa, yang lebih mudah dalam pemahaman dan pengetahuannya yaitu pada masa anak-anak. Anak-anak akan lebih mudah dan cepat mengikuti penutur bahasa dibandingkan dengan orang dewas. Kecepatan pemerolehan bahasa itu berlangsung pada masa anak-anak hingga masa pubertas, sementara ketika masa pubertas telah dilalui akan sulit untuk memperoleh bahasa seperti penutur aslinya.
Bahasa yang didengar oleh anak tidak terpragmentasi secara acak, tetapi sangat terstruktur dan struktur ini berperan penting dalam pemerolehan bahasa itu sendiri. Struktur itu sendiri tidak bersifat bawaan, tetapi diperoleh melalui pajanan yang dibawa sejak lahir adalah kapasitas atau kemampuan untuk mempelajari struktur tersebut.
Dari semua pembahasan yang telah dijelaskan bahwa fenomena pemerolehan bahasa anak tetap menjadi misteri kita sampai sekarang.
4.2    Saran
       Dalam kesempatan ini penyusun ingin menyampaikan beberapa saran  yang terkait dengan karya tulis ini yaitu sebagai berkut :
1.        Ketika pada masa peniruan, si anak akan mencoba meniru ucapan yang diujarkan orang dewasa. Untuk itu orang dewasa dalam berujar ketika sedang bersama dengan anak kecil haruslah menggunakan bahasa yang baik agar si anak meniru bahasa yang baik itu.
2.        Kita sebagai orang dewasa harus mampu menggunakan bahasa yang baik dan benar, karena hal tersebut akan sangat berpengaruh pada saat kita bertindak ujar ketika berhadapan dengan anak-anak yang akan menirukan gaya kita, ucapan, maupun ekspresi wajah kita.
3.        Sebagai orang dewasa yang mengerti dan peduli terhadap pertumbuhan anak dalam berbahasa, sebaiknya kita tindak lanjuti bagi siapa saja orang yang bertutur tidak baik dihadapan anak-anak.
4.        Gunakanlah bahasa Indonesia yang baik dan benar. Meskipun kita tahu sebagai manusia yang mengetahui bahwa bahasa kita bahasa pertama itu berasal dari bahasa ibu, tapi gunakanlah bahasa yang baik dan sesuai pergunakanlah pada tempatnya.

DAFTAR PUSTAKA

Arifuddin.2010.Neuro Psiko Linguistik.Jakarta.PT Raja Grafindo Persada.
Chaer, Abdul. 2003. Psikolinguistik:Kajian Teoretik. Jakarta: Rineka Cipta.
Chaer, Abdul dan Leoni Agustina.2004.Sosiolinguistik Perkenalan Awal.Jakarta:PT Rhineka Cipta.
Chaer, Abdul. 1994. Linguistik Umum. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Mar’at, Samsunuwiyati. 2005. Psikolinguistik Suatu Pengantar. Bandung: PT Refika Aditama.
Tarigan, Henry Guntur. 1984. Psikolinguistik. Bandung: Angkasa.

KATA PENGANTAR

            Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah S.W.T., yang telah memberi kita nikmat khususnya nikmat Iman, Islam dan kesehatan. Shalawat serta salam semoga tercurah limpahkan kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW. keluarga, Para sahabat dan kepada kita sebagai Umat-Nya.
            Dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, khususnya dalam dunia pendidikan maka pentingnya menganalisis pemerolehan bahasa sejauh mana kita dapat mengetahui pemerolehan bahasa itu diperoleh mulai dari masa bayi sampai masa dewasa. Adapun tujuan karya tulis ini disusun ialah untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah psikolinguistik Program Studi Bahasa Dan Sastra Indonesia.
            Dalam penganalisisan pemerolehan bahasa ini selalu berbenturan dengan yang namanya kendala, dimana kendala tersebut seperti kesulitan dalam pemerolehan bahasan penganalisisan, tetapi berkat dorongan dari rekan-rekan seperjuangan dan arahan-arahan dari bapak H.R. Herdiana, Drs., M.M. selaku dosen mata kuliah psikolinguistik ini, akhirnya penyusunan karya tulis bisa diselesaikan.
Penyusun menyadari bahwa tugas karya tulis ini masih jauh dari sempurna, baik itu isi maupun sistematikanya. Oleh karena itu penyusun mengharapkan kritik dan sarannya yang bersifat membangun untuk perbaikan selanjutnya.
Akhirnya, penyusun  mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan aktif dalam menyukseskan pembuatan karya tulis ini. Semoga karya tulis ini bisa bermanfaat khususnya bagi penyusun dan umumnya bagi pembaca.
Ciamis,   Mei 2011


Penyusun,

DAFTAR ISI

            KATA PENGANTAR   i
DAFTAR ISI  ii

BAB I PENDAHULUAN   1
1.1.  Latar Belakang Masalah 1
1.2.  Rumusan Masalah 2
1.3.  Metode dan Teknik Pengumpulan Data 2
1.3.1 Metode Kajian 2
1.3.2 Teknik Pengumpulan Data 3
1.4.  Tujuan Penulisan 3
1.5.  Manfaat Penulisan  3
1.6.  Sistematika Penulisan 3
BAB II LANDASAN TEORI  5
2.1. Pengertian Bahasa 5
2.2. Pengertian Pemerolehan Bahasa 5
2.3. Tahapan Pemerolehan Bahasa Anak Secara Fungsional 6
2.4. Pemerolehan Bahasa pertama dan Bahasa Kedua Pada Manusia 6
2.5. Fungsi Bahasa 7
BAB III PEMBAHASAN MASALAH    9
3.1. Pengertian Bahasa  9
3.2. Pengertian pemerolehan Bahasa 10
3.3. Hipotesis dalam pemerolehan Bahasa 10
3.4. Pemerolehan bahasa pertama dan bahasa kedua pada manusia 12
3.5. Tahap-tahap pemerolehan bahasa anak secara fungsional 14
3.6. Pemerolehan bahasa pada masa anak-anak, dan dewasa  16
3.7. Pemerolehan Bahasa berdasarkan struktur kalimat yang digunakan anak usia tiga tahun dalam bertutur  18
3.8. Pemerolehan Bahasa berdasarkan panjang ayat yang digunakan anak usia tiga tahun dalam bertutur 19
3.9. Pemerolehan bahasa berdasarkan ujaran setiap giliran tutur yang digunakan anak usia tiga tahun dalam bertutur 20
                                 BAB IV PENUTUP  22
4.1 Simpulan 22
4.2 Saran 22

DAFTAR PUSTAKA 24

                        ANALISIS PEMEROLEHAN BAHASA PADA MANUSIA

KARYA TULIS

diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Psikolinguistik




Disusun oleh :

                                 DESI KUSMAWATI              2108090062
MAYA ARINA                        2108090170
RINI NURAENI                      2108090245

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
UNIVERSITAS GALUH
2011