Senin, 06 Januari 2014


BAB I
PENDAHULUAN

1.1.  Latar Belakang Masalah
            Proses pemerolehan dan penguasaan bahasa anak-anak merupakan satu perkara yang rentan dan cukup menakjubkan bagi para penyelidik dalam bidang psikoliguistik. Bagaimana manusia memperoleh bahasa merupakan satu isu yang amat mengagumkan dan sukar dibuktikan. Berbagai teori dari bidang disiplin yang berbeda telah dikemukakan oleh para pengkaji untuk menerangkan bagaimana proses ini berlaku dalam kalangan anak-anak. Memang diakui bahwa disadari ataupun tidak, sistem-sistem linguistik dikuasai dengan pantas oleh individu kanak-kanak walaupun umumnya tidak ada pengajaran formal.
            Rangsangan bahasa yang diterima oleh kanak-kanak tidak teratur. Namun mereka berupaya memahami sistem-sistem linguistik bahasa pertama sebelum menjangkau usia lima tahun. Fenomena yang kelihatan menakjubkan ini telah berlaku dan terus berlaku dalam kalangan semua masyarakat dan budaya pada setiap masa.


RESENSI BUKU FIKSI ( NOVEL )

A. Identitas Buku
Judul buku                  : Negeri 5 Menara
Pengarang                   : Ahmad Fuadi
Penerbit                       : PT. Gramedia Pustaka Utama          
Tahun terbit                 : Cetakan kesepuluh, Januari 2011
Jumlah halaman           : 423 halaman
Harga buku                 : Rp 50.000,-

Unsur-unsur intrinsik novel
Adapun pemaparan mengenai unsur intrinsik dalam novel Negeri 5 Menara adalah sebagai berikut: 
1. Tema
Adapun tema dari novel Negeri 5 Menara Karya A. Fuadi adalah pendidikan. Hal ini dapat dilihat dari latar tempat yaitu di pondok pesantren dimana kegiatan utama yang dilakukan sehari-hari tokoh utama adalah belajar.
2. Plot/Alur
Alur dari Novel Negeri 5 Menara adalah alur maju-mundur. Dimana cerita adalah kilas balik ingatan tokoh utama akan masa silam ketika menimbah ilmu di Pondok Madani hingga membuahkan hasil yang menyenangkan dimasa kini.
Kutipan Novel:
Washington DC, Desember 2003, jam 16.00
Iseng saja, aku mendekat ke jendela kaca dan menyentuh permukaannya dengan ujung telunjuk kananku. Tidak jauh, tampak The Capitol, gedung parlemen Amerika Serikat yang anggun putih gading, bergaya klasik dengan tonggak-tonggak besar. Aku tersenyum. Pikiranku langsung terbangun jauh ke masa lalu. Masa yang sangat kuat terpatri dalam hatiku.( hal.1 )
Aku tegak di atas aula madrasah negeri setingkat SMP. Sambil mengguncang-guncang telapak tanganku, Pak Sikumbang, Kepala Sekolahku memberi selamat karena ujianku termasuk sepuluh yang tertinggi di Kabupaten Agam.(hal. 5)
London, Desember 2003
Gigiku gemeletuk. London yang berangin terasa lebih menggigil dari Washington DC. Dulu kami melukis langit dan membebaskan imajinasi itu lepas membumbung tinggi. Setelah kami mengerahkan segala ikhtiar dan menggenapkan dengan doa, Tuhan mengirim benua impian kepelukan kami masing-masing.( hal. 405 )
3. Tokoh dan Penokohan
Adapun tokoh dan penokohan dalam Novel Negeri 5 Menara adalah sebagai berikut :
1.        Alif (tokoh utama) dalam novel ini adalah tokoh yang protagonis. Alif digambarkan sebagai sosok generasi muda yang penuh motivasi, bakat, semangat untuk maju dan tidak kenal menyerah.
2.        Baso dalam novel ini tokoh yang protagonis. Baso adalah teman Alif merupakan anak yang paling rajin dan paling bersegera disuruh ke mesjid.
3.        Raja dalam novel ini tokoh yang protagonis. Teman Alif sesama sahibul menara.
4.        Said dalam novel ini tokoh yang protagonis. Teman Alif sesama sahibul menara.
5.        Dulmajid dalam novel ini tokoh yang protagonis. Teman Alif sesama sahibul menara
6.        Atang dalam novel ini tokoh yang protagonis. Teman Alif sesama sahibul menara.
7.        Ustad Salman dalam novel ini tokoh yang protagonis. Wali kelas Alif. Laki-laki muda bertubuh kurus bersuara lantang.
4. Latar
Adapun latar dari novel ini yaitu di Pondok Madani hal ini didukung oleh tema yang ada yaitu pendidikan. Karakter tokoh utama juga mendukung latar yang ada.
Kutipan Novel:
Pondok Madani diberkti oleh energi yang membuat kami sangat menikmati belajar dan selalu ingin belajar berbagai macam ilmu. Lingkungannya membuat orang yang tidak belajar menjadi orang aneh. Karena itu cukup sulit menjadi pemalas di PM. (hal. 264 ).

5. Sudut Pandang
Dalam novel ini penulis menggunakan sudut pandang orang pertama. Hal ini dikarenakan tokoh utama selalu menyebut dirinya dengan kata aku.
Kutipan Novel:
Aku baca suratnya sekali lagi. Senang membaca surat dari kawan lama. Tapi aku juga iri. Rencana masuk SMA-nya juga rencanaku dulu. Aku menghela napas dan menatap kosong kepuncak pohon kelapa. Aku tidak boleh terlambat lagi. Aku kapok jadi jasus. Aku jera menjadi drakula. ( hal. 102-103).
6. Gaya Bahasa
Gaya bahasa yang digunakan penulis dalam novel ini sangat inspiratif. Dari tiap kata-katanya kita merasakan kekuatan pandangan hidup yang mendasari bangkitnya semangat untuk mencapai harga diri, prestasi dan martabat diri.
Kutipan Novel:
Dulu kami melukis langit dan membebaskan imajinasi itu lepas membumbung tinggi. Aku melihat awan yang seperti benua Amerika, Raja bersikeras awan yang sama berbentuk Eropa, sementara Atang sangat percaya bahwa awan itu berbentuk Afrika. Baso malah melihat semua ini dalam konteks Asia, sedang Said dan Dulmajid awan itu berbentuk peta negara kesatuan Indonesia. Dulu kami tidak takut bermimpi. Meski juga kami tidak tahu bagaimana merealisasikannya. Tapi lihat hari ini, setelah kami mengerahkan segala ikhtiar dan menggenapkan dengan doa, Tuhan mengirim benua impian kepelukan kami masing-masing. Kun fayakun, maka semula awan impian, kini hidup yang nyata. ( hal. 405 ).
7. Amanat
Adapun amanat dalam novel ini adalah sebuah perenungan yang diberikan penulis bagi pembaca untuk tidak putus asa dalam hidup dan bermanfaat bagi diri, keluarga, masyarakat, bangsa dan agama.
Kutipan Novel:
Jangan pernah remehkan impian walau setinggi apapun. Tuhan sungguh Maha  Mendengar.
Man jadda wajada, siapa yang bersungguh-sungguh akan berhasil. ( hal.405 ).



Sinopsis
Novel baru terlaris karya Ahmad Fuadi "Negeri 5 Menara" menceritakan kisah lima orang sahabat yang mondok di sebuah pesantren, dan kemudian bertemu lagi ketika mereka sudah beranjak dewasa. Uniknya, setelah bertemu, ternyata apa yang mereka bayangkan ketika menunggu Adzan Maghrib di bawah menara masjid benar-benar terjadi.
Ahmad Fuadi yang berperan sebagai Alif di novel itu berkisah, ia tak menyangka dan tak percaya bisa menjadi seperti sekarang ini. Pemuda asal Desa Bayur, Maninjau, Sumatera Barat itu adalah pemuda desa yang diharapkan bisa menjadi seorang guru agama seperti yang diinginkan kedua orangtuanya. Keinginan kedua orangtua Fuadi tentu saja tidak salah. Sebagai “amak” atau Ibu kala itu, menginginkan agar anak-anaknya menjadi orang yang dihormati di kampung seperti menjadi guru agama.
“Mempunyai anak yang sholeh dan berbakti adalah sebuah warisan yang tak ternilai, karena bisa mendoakan kedua orangtuanya mana kala sudah tiada,” ujar Ahmad Fuadi mengenang keinginan Amak di kampung waktu itu.”
Diceritakan, Alif mempunyai keinginan lain. Alif  tak ingin seumur hidupnya tinggal di kampung. Ia mempunyai cita-cita dan keinginan untuk merantau. Ia ingin melihat dunia luar dan ingin sukses seperti sejumlah tokoh yang ia baca di buku atau mendengar cerita temannya di desa. Namun, keinginan Alif tidaklah mudah untuk diwujudkan.
Seumur hidupnya Alif tidak pernah menginjak tanah di luar ranah Minangkabau. Masa kecilnya dilalui dengan berburu durian runtuh di rimba Bukit Barisan, main bola di sawah dan mandi di air biru Danau Maninjau. Tiba-tiba dia harus melintasi punggung Sumatera menuju sebuah desa di pelosok Jawa Timur. Ibunya ingin dia menjadi Buya Hamka walau Alif ingin menjadi Habibie. Dengan setengah hati dia mengikuti perintah Ibunya : belajar di pondok.
Kedua orangtuanya bergeming agar Fuadi tetap tinggal dan sekolah di kampung untuk menjadi guru agama. Namun berkat saran dari ”Mak Etek” atau paman yang sedang kuliah di Kairo, akhirnya Fuadi kecil bisa merantau ke Pondok Madani, Gontor, Jawa Timur. Dan, disinilah cerita kemudian bergulir. Ringkasnya Fuadi kemudian berkenalan dengan Raja, Atang,Dulmajid, Baso dan Said.
Di hari pertama Pondok Madani (PM), Alif terkesima dengan “mantera” sakti Man jadda wajada. Siapa yang bersungguh-sungguh pasti sukses. Dipersatukan oleh hukuman jewer berantai, Alif berteman dengan Raja dari Medan, Said dari Surabaya, Dulmajid dari Sumenep, Atang dari Bandung dan Baso dari Gowa. Di bawah menara masjid, mereka menunggu Maghrib sambil menatap awan lembayung yang berarak ke ufuk. Awan-awan itu menjelma menjadi Negara dan benua impian masing-masing. Ke mana impian membawa mereka? Mereka tidak tahu. Yang mereka tahu adalah; jangan pernah remehkan impian, walau setinggi apa pun. Tuhan sungguh Maha Mendengar.
Kelima bocah yang menuntut ilmu di Pondok Pesantren Gontor ini setiap sore mempunyai kebiasaan unik. Menjelang Adzan Maghrib berkumpul di bawah menara masjid sambil melihat ke awan. Dengan membayangkan awan itulah mereka melambungkan impiannya. Misalnya Fuadi mengaku jika awan itu bentuknya seperti benua Amerika, sebuah negara yang ingin ia kunjungi kelak lulus nanti. Begitu pula lainnya menggambarkan awan itu seperti negara Arab Saudi, Mesir dan Benua Eropa.
Melalui lika liku kehidupan di pesantren yang tidak dibayangkan selama ini, ke lima santri itu digambarkan bertemu di London, Inggris beberapa tahun kemudian. Dan, mereka kemudian bernostalgia dan saling membuktikan impian mereka ketika melihat awan di bawah menara masjid Pondok Pesantren Gontor, Jawa Timur.
Belajar di pesantren bagi Fuadi ternyata memberikan warna tersendiri bagi dirinya. Ia yang tadinya beranggapan bahwa pesantren adalah konservatif, kuno, ”kampungan” ternyata adalah salah besar. Di pesantren ternyata benar-benar menjujung disiplin yang tinggi, sehingga mencetak para santri yang bertanggung jawab dan komitmen. Di pesantren mental para santri itu ”dibakar” oleh para ustadz agar tidak gampang menyerah. Setiap hari, sebelum masuk kelas, selalu didengungkan kata-kata mantera ”Manjadda Wajadda” jika bersungguh-sungguh akan berhasil.
”Siapa mengira jika Fuadi yang anak kampung kini sudah berhasil meraih impiannya untuk bersekolah dan bekerja di Amerika Serikat? Untuk itu, jangan berhenti untuk bermimpi,” ujar Ahmad Fuadi memberikan nasihat.


A. Identitas Buku
Judul buku                  : Salah Asuhan
Pengarang                   : Abdul Muis
Penerbit                       : PT. Gramedia Pustaka Utama          
Tahun terbit                 : Cetakan Ketiga Puluh Sembilan, 2009
Jumlah halaman           : 273
Harga buku                 : Rp 48.000,-

Tema: Perkawinan yang memandang perbedaan ras, kultur, bangsa,  agama, suku dan latar
Tokoh :
a.       Hanapi
b.      Corre du Bussee
c.       Orang Tua Hanapi
d.      Istri hanapi
e.       Pihak ketiga
f.       Masyarakat
Latar :
a.       Sekolah
b.      Rumah
c.       Rumah Majikan
d.      Kampung Halaman

Amanat  :
Pendidikan sangat penting terutama pendidikan di masa kecil. Satu hal yang menjadi perhatikan yaitu pendidikan yang kurang pada diri orang tua yang menyebabkan seringkali memberikan
jawaban yang tak masuk akal dan cara mendidik anak yang kurang memadai dalam  sosialisasinya.
Alur : Campuran
Sudut Pandang : Tokoh utama menjadi pelaku utama yang lainnya sebagai
pelaku Sampingan
Gaya Penulisan : Menggunakan Bahasa Indonesia
SINOPSIS
Tokoh utama kisah ini adalah Hanapi, seseorang yang dididik secara barat baik di sekolah maupun di rumah yang mana diharapkan kelak menjadi orang pandai. Sayang pendidikannya memberikan bentuk yang salah dalam diri Hanapi yaitu menjadi kebarat-baratan dan menganggap adat timur itu jelek. Bahkan menjadikan Hanapi sering memandang rendah orang lain. Tokoh kedua Corrie du Bussee yang merupakan anak blasteran Prancis dan Indonesia. Corrie dikisahkan sebagai kawan sepermainan Hanapi yang kelak berubah menjadi orang yang dicintai.
Pada awalnya cinta Hanapi bertepuk sebelah tangan karena pengaruh masyarakat dan peranan orang tua. Dilanjutkan dengan Hanapi yang dipaksa menikah dengan orang yang tidak dicintainya. Alhasil kehidupan keluarga Hanapi bagaikan majikan dan pelayan rumah tangga yang menyebabkan banyak mendapat kecaman dari masyarakat.
Akibat sebuah keadaan, Hanapi harus pergi jauh dan disana ia bertemu lagi dengan Corrie. Dimulailah benih-benih cinta yang telah padam itu tumbuh. Akhirnya mereka menikah meskipun memiliki hambatan besar yaitu perbedaan bangsa. Akibatnya banyak penolakan dari masyarakat, perbedaan pendapat, pertengkaran dan fitnah.
Belum selesai kesengsaraan mereka, datang lagi pihak ke-3 yang menyebabkan hilangnya rasa percaya dan berakhir dengan sebuah perceraian. Karena perasaan api cinta tersebut masih ada maka usaha Hanapi untuk menggapai kembali masih menggelora. Tapi sayang ungkapan perasaan bahwa mereka saling mencintai tersebut tercapai ketika Corrie sekarat yang mana satu hari kemudian meninggal.
Hancur perasaan Hanapi menyebabkan ia kembali ke kampung halaman. Tapi apa daya istri terdahulunya tak mau tinggal serumah. Dengan perasan tak berguna, Hanapi meminum sublimat (racun) yang mana menyebabkan ia harus pergi dari dunia ini. Tapi sebelum mengakhiri hayatnya, Hanapi berpesan kepada ibunya agar anaknya dididik dengan sebaik-baiknya dan jangan mengikuti jejak ayahnya yang salah tersebut.

Tip Perawatan Aksesori Flanel

Tip Praktis

Tip Perawatan Aksesori Flanel
  1. Simpan aksesori yang sudah selesai dipakai dalam plastik berperekat agar tidak mudah kotor dan tidak menyatu antara satu dengan lainnya. Tujuannya mencegah pergesekan antara satu aksesori dengan aksesori lainnya. 
  2. Setelah dimasukkan satu persatu dalam plastik berperekat, simpan aksesori-aksesori tersebut dalam wadah aksesori khusus, misal kotak plastik.
  3. Jika permukaan aksesori flanel sudah mulai berbulu, guntinglah permukaan yang berbulu tadi dengan gunting tajam secara perlahan sampai bulu-bulu halusnya menghilang.
  4. Jika kotor, cuci aksesori yang memungkinkan untuk dicuci. Caranya:

  • Rendam sebentar aksesori flanel dalam wadah berisi air hangat berisi detergen tanpa pemutih.
  • Hindari untuk menyikatnya, cukup dikucek lembut perlahan dengan jari agar kotoran dan debunya hilang.
  • Boleh direndam sebentar saja dalam larutan pelembut pakaian agar tetap lembut permukaan kainnya.
  • Peras lembut dan jemur. Hindari menjemur di bawah sinar matahari secara langsung untuk mencegah pudarnya warna kain.

Selamat mencuci 
Aninda, Yuka dan Dian. (2012). Aksesori Flanel Gaya. Jakarta:Kriya Pustaka, grup Puspa Swara Anggota IKAPI.